Selasa, 09 Juni 2015

Daftar Blog Biologi 4 A

Minggu, 07 Juni 2015

Lyngbya majuscula si Penyebab Iritasi Kulit

Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari kita tidak bisa jauh dari yang namanya mikroba, bahkan ada yang mengatakan dimana kita berada disitu ada mikroba, karena mikroba ada di darat, di udara atau bahkan di laut sekalipun. Untuk itu pada artikel kali ini saya akan membahas mengenai iritasi kulit pada manusia dermatitis rumput laut yang di sebabkan oleh bakteri Lyngbya majuscula, yang termasuk bakteri fotosintetik. Disini saya akan memaparkan apa itu dermatitis rumput laut, dimana dan bagaimana hal tersebut dapat terjadi, serta cara mengtasinya.


   Kingdom      : Bakteri
Filum            : Cyanobacteria
Kelas            : Cyanophyceae
Ordo             : Oscillatoriale
Family          : Oscillatoriaceae
Genus           : Lyngbya
Spesies         : Lyngbya majuscula

Lyngbya majuscula adalah spesies Cyanobacteria dalam genus Lyngbya, berbentuk panjang, filamen unbranching di dalam selubung lendir kaku. Selubung dapat membentuk kusut atau tikar, bercampur dengan spesies fitoplankton lainnya. Mempunyai kloroplas (organel plastida yang mengandung zat warna). Mempunyai struktur dalam kloroplas yang disebut Pirenoid, untuk menyimpan cadangan makanan. Warna biru-hijau berasal dari kemampuan mereka berfotosintesis. Lyngbya majuscula termasuk dalam Ordo Oscillatoriales yang tidak menghasilkan spora dan termasuk dalam Family Oscillatiriceae yang tidak punya heterocyst. Reproduksinya yaitu dengan Fragmentasi (umumnya), Akineta (bila diawali dengan kodisi nutrien yang tinggi) (Burja. et al, 2002).
Habitat umum Lyngbya majuscula adalah di padang lamun dan terumbu karang di perairan tropis dan subtropis, biasanya tumbuh dalam rumpun. Filamen dapat tumbuh hingga panjang 10 cm, dan sering menjadi kusut dengan rumput laut lain di flat karang, dapat hidup hingga kedalaman 30 m. Peningkatan pertumbuhan Lyngbya majuscula membutuhkan suhu air di atas 24° C. Lyngbya majuscula dapat ditemukan di seluruh perairan pantai di dunia termasuk Hawaii dan United State of America, dimana pertama kali dilaporkan sebagai alga beracun selama 1950-an. Bagi kehidupan ekosistem perairan, Lyngbya majuscula  berperan sebagai penyedia oksigen dan makanan (produsen ) pada ekosistem perairan. Namun Lingbya majuscula juga mempunyai peran merugikan, yaitu penyebab iritasi kulit manusia dermatitis rumput laut (Anonim[1], 2012).

Spesies Lyngbya majuscula berbentuk rambut kusut atau tikar
Dermatitis rumput laut adalah ruam (bintil-bintil) merah pada kulit yang disebabkan oleh kontak langsung dengan jenis rumput laut beracun (alga), salah satunya yaitu Lyngbya majuscula. Hal ini berbeda dengan kulit terbakar yang disebabkan sengatan dari anemon laut tertentu, atau kulit gatal yang disebabkan oleh gigitan dari Schistosomes parasit (cacing pipih). Dermatitis rumput laut disebabkan oleh kontak langsung dengan Lyngbya majuscula (juga dikenal sebagai Microcoleus lyngbyaceus). Agen penyebab dermatitis untuk rumput laut dua racun lyngbyatoxin A dan debromoaplysiatoxin diproduksi oleh rumput laut. Toksisitas rumput laut ini sangat bervariasi tergantung pada daerah, musim, dan jenis (Solomon dan Stoughton, 1978).
Menurut Prof. Marius Rademaker dalam artikelnya “Dermatitis rumput laut”, ketika berenang atau berendam di daerah dimana rumput laut tumbuh, fragmen kecil dari rumput laut bisa terjebak di antara pakaian renang dan kulit. Setelah keluar dari air, rumput laut terlihat mengering, tetapi fragmen yang terbawa di bawah pakaian renang tetap lembab dan bersentuhan dengan kulit. Tekanan dari pakaian renang di kulit kemudian bergesekan racun rumput laut ke dalam kulit. Reaksi mungkin mulai beberapa menit sampai beberapa jam setelah korban meninggalkan air.
Gejala yang ditimbulkan biasanya ruam (bintil-bintil) merah mirip dengan luka bakar, dan kulit yang mengelupas atau iritasi (gatal). Gejala lain termasuk mata bengkak, iritasi pada hidung dan tenggorokan, luka kulit, sakit kepala, dan kelelahan. Ruam sering muncul di kelamin dan daerah anal serta bagian bawah payudara pada wanita, tetapi munculnya ruam ini berebda-beda tergantung jenis pakaian yang digunakan. Gejala mungkin mulai muncul beberapa menit sampai beberapa jam setelah terpapar ganggang, dan biasanya berlangsung 4-48 jam. Dalam kasus-kasus yang lebih serius, luka kulit mungkin muncul, yang dapat bertahan hingga 12 hari. Kadang-kadang ruam juga dapat terjadi pada wajah, mata dan mulut. Beberapa korban memiliki pembengkakan mata dan mulut, tetapi tidak ada ruam. (Anonim[2], 2015).

Karakteristik luka akibat infeksi pada Lyngbya majuscula berupa ruam (bintil-bintil) merah dan seperti luka bakar
Untuk gejala ringan, cukup mandi dengan menggunakan sabun dan air bersih. Ruam dapat diperlakukan seperti sengatan matahari, yaitu menggunakan handuk basah dan krim (misalnya calamine). Gunakan alkohol juga dapat membantu untuk dekontaminasi kulit. Mengairi mata yang terkena dengan air keran selama minimal 15 menit. Jika kesulitan bernapasan mungkin menandakan reaksi alergi. Jika luka menunjukkan bukti infeksi, antibiotik mungkin diperlukan. Di beberapa negara, otoritas kesehatan memiliki kekuasaan untuk menutup pantai publik yang  terbukti terdapat bakteri penyebab dermatitis rumput laut (Rademaker, 2014). Cara mencegahnya yaitu dengan tidak beraktifitas di daerah dimana rumput laut tumbuh. Dan yang pasti tetap berhati-hati dan menjaga kebersihan tubuh, terutama bagi anda yang suka traveling di wilayah perairan serta para nelayan. Semoga bermanfaat.
Referensi :

Burja, A.M., Abou-Mansour, E., Banaigs, B., Payri, C., Burgess, J.G., and Wright, P.C. 2002. Culture of the Marine cyanobacterium, Lyngbya majuscula (Oscillatoriacea), for bioprocess intensified production of cyclic and linear lipopeptides. J. Microbiol, 46, 207-219.
Jawetz, Melnick, dan Adelberg’s. 2017. Mikrobiologi Kedokteran. Surabaya : Salemba Medika.
Solomon, AE dan Stoughton, RB. Dermatitis from purified sea algae toxin (debromoaplysiatoxin). Arch Dermatol. 1978 Sep;114(9):1333-5.
Anonim[1]. 2012. Lyngbya. http://www.ehp.qld.gov.au/coastal/ecology/lyngbya-updates/. Diakses pada 30 Mei 2015 Pukul 11.10 WIB.
Anonim [2]. 2015. Stinging Seaweed Disease (Lyngbya). http://health.hawaii.gov/docd/dib/disease/stinging-seaweed-disease/. Diakses pada 30 Mei 2015 Pukul 10.00 WIB.
Rademaker, Marius. 2014. Seaweed dermatitis.  http://dermnetnz.org/dermatitis/plants/seaweed.html. Diakses pada 30 Mei 2015 Pukul 13.20 WIB.